Kamboja secara resmi mengajukan sengketa perbatasannya dengan Thailand ke Mahkamah Internasional, yang memicu kekhawatiran atas hubungan bilateral.
Kamboja, Suarathailand- Kamboja telah secara resmi mengajukan surat ke Mahkamah Internasional (ICJ) atas sengketa perbatasan yang sedang berlangsung dengan Thailand. Hal ini memicu kekhawatiran dari Kementerian Luar Negeri Thailand yang memperingatkan melibatkan pihak ketiga bukanlah jalan yang tepat untuk menjaga hubungan bilateral yang bersahabat.
Langkah ini dapat menandai titik balik dalam hubungan Thailand-Kamboja. Pertanyaan utamanya sekarang adalah: tindakan apa yang benar-benar akan menguntungkan kedua negara?
Pada Senin malam, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengumumkan di Facebook bahwa Sreng Thida, Duta Besar Kamboja untuk Belanda, telah secara resmi mengajukan petisi ke ICJ pada pukul 11.30 waktu setempat (pukul 16.30 waktu Phnom Penh). Surat tersebut diterima oleh Philippe Gautier, panitera pengadilan.
Hun Manet menegaskan kembali bahwa Kamboja tidak akan mundur dari upaya penyelesaian sengketa perbatasan dengan Thailand melalui jalur hukum terkait wilayah Ta Muen Thom, Ta Muen Toch, kuil Ta Khwai, dan Segitiga Zamrud.
“Pemerintah akan melanjutkan upaya ini dengan komitmen dan tanggung jawab penuh untuk mempertahankan kedaulatan Kamboja dan melindungi kepentingan nasional,” ungkapnya.
Kementerian Luar Negeri Thailand mengeluarkan pernyataan resmi pada hari Senin yang menegaskan kembali bahwa negara tersebut tidak mengakui yurisdiksi ICJ sejak tahun 1960 — posisi yang dianut oleh 118 negara anggota PBB lainnya.
Kementerian tersebut menekankan komitmen tegas Thailand terhadap penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional.
Dijelaskan bahwa penolakan Thailand untuk menerima yurisdiksi ICJ mencerminkan posisi yang dipertimbangkan secara matang bahwa setiap mekanisme penyelesaian perselisihan antarnegara harus mempertimbangkan konteks spesifik, sifat masalah, dan implikasi bagi kedaulatan nasional.
Pernyataan tersebut memperingatkan bahwa merujuk sengketa sensitif kepada pihak ketiga mungkin tidak selalu menjadi cara terbaik untuk menjaga hubungan persahabatan antarnegara, terutama ketika masalah yang dihadapi melibatkan lapisan sejarah yang kompleks, klaim teritorial, dan kepekaan politik.
Thailand menekankan perlunya pendekatan yang fleksibel dan saling disetujui yang memungkinkan kedua belah pihak untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif berdasarkan realitas situasi dan kepentingan bersama.
Seperti yang telah dinyatakan dalam berbagai kesempatan, Thailand menegaskan kembali posisinya bahwa masalah perbatasan saat ini harus ditangani melalui mekanisme bilateral yang ada, termasuk Komisi Perbatasan Bersama (JBC), Komite Perbatasan Umum (GBC), Komite Perbatasan Regional (RBC), dan platform bilateral lainnya.
Kementerian juga menyatakan penyesalannya bahwa, meskipun hubungan antara Thailand dan Kamboja telah terjalin lama — baik di tingkat kepemimpinan maupun akar rumput — belum ada diskusi komprehensif yang dilakukan melalui forum bilateral yang tepat untuk mengatasi perbedaan atas wilayah yang disengketakan.
"Karena pintu dialog bilateral masih terbuka, solusi yang dinegosiasikan yang menguntungkan rakyat kedua negara masih dalam jangkauan. Pertanyaan utamanya sekarang adalah bagaimana kedua negara dapat merevitalisasi dan memanfaatkan mekanisme yang ada sebaik-baiknya untuk memastikan keterlibatan yang konstruktif dan efektif," kata kementerian tersebut.