Cendekiawan muslim Indonesia Quraish Shihab menilai salah satu hal yang membuat toleransi tidak tercapai dalam kehidupan bernegara adalah adanya emosi keagamaan yang meluap-luap. Emosi itu membuat seseorang tidak bisa bersikap adil ke sesama anak bangsa.
“Tidak jarang yang berpengetahuan agama pun sering bersikap tidak adil. Mengucapkan atau bersikap bahkan yang bertentangan dengan ajaran agamanya,” kata Quraish pada Forum Titik Temu: Kerja Sama Multikultural untuk Persatuan dan Keadilan di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (18/9).
Menurutnya, emosi agama harus dicegah dan dialihkan menjadi cinta yang menjadi inti dari ajaran setiap agama. Dengan cara itu, ucap Quraish, setiap orang akan dapat berhubungan secara harmonis di tengah perbedaan yang ada.
Dia juga memperingatkan bahaya kesalahpahaman tentang ajaran agama. Menurutnya, pendidikan jadi kunci untuk memerangi ancaman terhadap persaudaraan tersebut.
"Kesalahpahaman terhadap ajaran agama menjadikan orang enggan membantu orang yang berbeda. Bahkan orang enggan menyampaikan basa-basi. Padahal memberi bantuan apapun tidak terlarang oleh agama-agama untuk diberikan yang tidak seagama," ungkapnya.
Pernyataan Quraish tentang emosi keagamaan menjadi perhatian Presiden Indonesia Joko Widodo yang hadir dalam kegiatan tersebut. Dalam pidatonya, Jokowi menekankan penting untuk masyarakat mengurangi emosi keagamaan dengan meningkatkan cinta terhadap keagamaan.
“Emosi keagamaan dikurangi atau dihilangkan kemudian yang dikuatkan, ditingkatkan cinta keagamaan saya setuju, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, lalu lintas orang antardaerah, antarnegara," kata Presiden Jokowi.
Menurutnya, perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi membuat lalu intas manusia antardaerah maupun negara akan meningkat. Hal itulah yang membuat manusia semakin majemuk baik dalam suku, etnis, adat, budaya maupun agama.
Sehingga, lanjut Kepala Negara, setiap negara diminta semakin matang dan dewasa karena kemajuan zaman juga tak terpisahkan dengan pertumbuhan ekonomi. (Mediaindonesia.com)