Kasus terhadap Panupong bermula dari unggahan daringnya antara tanggal 8 November hingga 7 Desember 2020, yang menurut jaksa berisi konten yang menghina institusi kerajaan.
Pengadilan Kriminal Thailand telah menjatuhkan hukuman empat tahun penjara kepada pemimpin protes utama karena pelanggaran hukum lese-majeste. Vonis tersebut dijatuhkan secara in-absentia setelah terdakwa Panupong, 28 tahun, alias Mike Jadnok, tidak hadir untuk kedua kalinya dalam sidang di Pengadilan Kriminal Jalan Ratchadaphisek.
Panupong, yang didakwa membuat pernyataan pencemaran nama baik terhadap monarki di halaman Facebook-nya, yang memiliki lebih dari 90.000 pengikut, awalnya diberitahu tentang tuduhan tersebut pada 25 Januari 2020. Meskipun seluruh tuduhan tersebut disangkal, ia diberikan jaminan.
Namun, ketidakhadirannya di pengadilan pada tanggal 28 Maret tahun ini menyebabkan pengadilan menganggap ketidakhadirannya sebagai tindakan penghindaran, sehingga mendorong dikeluarkannya surat perintah penangkapan dan denda uang jaminan sebesar 95.000 baht dan mengadakan sidang pengadilan lagi.
Ibu Panupong, selaku kuasa hukum, dan penjamin jaminan hadir di persidangan hari ini, namun tidak ada komunikasi dari Panupong sendiri.
Oleh karena itu, pengadilan melanjutkan pembacaan putusan secara tertutup. Pengadilan memutuskan Panupong bersalah berdasarkan Pasal 112 undang-undang lese majeste dan Undang-Undang Kejahatan Komputer (2007) dan menjatuhkan hukuman empat tahun penjara.
Pengadilan, dengan mengutip beberapa faktor yang meringankan, mengurangi hukumannya sebesar seperempat, sehingga mengakibatkan hukuman penjara tiga tahun terakhir.
Jejak Daring
Kasus terhadap Panupong bermula dari unggahan daringnya antara tanggal 8 November hingga 7 Desember 2020, yang menurut jaksa berisi konten yang menghina institusi kerajaan.
Keputusan pengadilan yang akan diikuti dengan penyesuaian jumlah uang jaminan dan pemberlakuan surat perintah penangkapan, telah menegaskan kembali sikap tegas Thailand dalam melindungi monarki dari pencemaran nama baik.
Penggunaan undang-undang lese-majeste, dalam kasus ini, merupakan sinyal jelas dari komitmen sistem peradilan Thailand untuk menjaga kesucian monarki sebagaimana tercantum dalam undang-undang, bahkan ketika sistem tersebut menghadapi pengawasan yang semakin ketat dari segmen tertentu masyarakat Thailand dan komunitas internasional.