Imam Besar Al-Azhar Ahmad Muhammad Ath-Thayeb berharap agar konsep wasathiyah (moderat) tidak hanya sebatas konsep tapi juga harus diimplementasikan.
"Kata wasat di sini artinya mengembalikan, apa yang harus ditekankan bahwa pertemuan konsultasi tingkat tinggi ini harus melampaui batas konsepsi, tetapi harus menekankan pada implementasi," kata Imam Besar Al-Azhar Ahmad Muhammad Ath-Thayeb di Istana Kepresidenan Bogor, Indonesia, Selasa (1/5/2018)
Ath-Thayeb menyampaikan hal itu dalam bahasa Arab melalui penerjemah saat membuka Konsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia tentang Islam Wasathiyah (Islam Moderat) yang dihadiri oleh sekitar 100 orang ulama yang berasal dari Indonesia (50 orang) dan luar negeri (50 orang) yang berasal dari Yaman, Mesir, Iran, Maroko, Italia, Amerika dan negara-negara lainnya.
Pembukaan Konsultasi tingkat tinggi itu juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo. Pertemuan itu sendiri oleh Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja sama Antaragama dan Peradaban Din Syamsuddin.
"Konsep Wasathiyah juga bukan sesuatu yang emosional saja, tapi untuk membangun sebuah kerangka pemikiran seperti akidah dan syariah, bagaimana membawa kerangka tersebut dapat diimplementasikan," tambah Ath-Thayeb. Ia menilai bahwa umat Islam sangat membutuhkan rekonsepsi wasathiyah karena saat ini terjadi konsep wasathiyah digunakan oleh kelompok ekstrim untuk kepentingan mereka sendiri.
"Konsep wasathiyah telah digunakan secara berlebihan dalam arus politik Islam, seolah-olah seperti yang terjadi saat ini politik Islam ini mengarah ke arah yang ekstrim, sehingga perlu dilakukan telaah ulang dari konsep tersebut," ungkap Ath-Thayeb.
Selain itu, banyak konsep kelompok ekstrim Islam, yang menggabungkan liberalisasi dengan konsep ekstrimisme. "Ada dua sisi ekstrim, di mana konsep wasathiyah untuk tindakan terorisme sedangkan sisi lain digunakan untuk liberalisasi agama. Dua sisi ekstrim ini pasti ditolak dari sudut pandang wasathiyah agama. Mereka melarang apa yang dibolehakan Allah, tapi mereka juga menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan itu juga tidak baik," tambah Ath-Thayeb.
Ath-Thayeb menekankan bahwa Islam diberikan untuk kemudahan bagi manusia yang sangat mudah untuk diterima. "Saya tekankan bahwa perbedaan yang ada di antara kita semua, perbedaan mengenai konsep dan pemahaman keagamaan telah membawa dampak yang buruk bagi Islam, dan ini sesuatu yang menyedihkan," ucap Ath-Thayeb seperti dilansir Antara.
Padahal, pada saat yang sama umat Islam mengalami permaslahan dan penyakit dari dalam yaitu penyakit kemiskinan, kemunduran ekonomi maupun tantangan dari luar yaitu konspirasi dari kekuatan politik luar. "Saya harap umat Islam dapat mengandalkan negara-negara Islam agar bersatu menghadapi tantangan-tantangan tersebut," ujar Ath-Thayeb. (Teks antra/Foto kompascom}
