Sekilas orang mungkin tak menyangka Cherry He Ting, yang fasih berbahasa Thailand adalah seorang warga negara Tiongkok. Cherry, 28 tahun, belajar berbahasa Thailand saat ia kuliah S2 selama 3,5 tahun di Negara Gajah Putih.
Cherry hanyalah satu dari ribuan mahasiswa asal Tiongkok yang menuntut ilmu ke Thailand. Data pemerintah Thailand memperlihatkan, sejak 2012 jumlah mahasiswa asal Tiongkok yang berkuliah di negeri Gajah Putih terus meningkat.
Pusat Peneliti Asia untuk Migrasi di Universitas Chualangkorn menemukan pada 2017 ada sekitar 8.455 mahasiswa Tiongkok yang terdaftar di berbagai universitas di Thailand. Jumlah itu naik dua kali lipat dibanding pada tahun 2012.
Menurut asisten profesor dari Beijing Foreign Studies University, Diane Hu, universitas-universitas di Thailand menawarkan biaya kuliah yang lebih terjagkau bagi mahasiswa Tiongkok dibandingkan dengan universitas di Australia, Amerika Serikat, dan Inggris
Thailand telah menjadi pilihan bagi mahasiswa yang tinggal di wilayah pinggir Tiongkok. Selain mengenyam pendidikan, para mahasiswa ini juga ingin mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang bagus di Thailand. Di kawasan Asia Tenggara, Thailand telah menjadi negara perekonomian terbesar setelah Singapura.
Para pelajar Tiongkok ini mengatakan Thailand menawarkan prospek yang lebih baik karena biaya kuliah yang lebih rendah dan aturan visa yang lebih mudah dibandingkan dengan negara-negara Barat.
"Jika saya bekerja di sini, saya akan memiliki lebih banyak peluang daripada di tempat saya berasal," kata Cherry, yang sudah delapan tahun tinggal di Thailand.
Di Thailand, untuk mendapatkan gelar sarjana bisnis mereka hanya perlu membutuhkan biaya sebanyak 120.000 baht atau Rp53 juta dalam setahun. Sementara biaya kuliah untuk gelar serupa dapat berkisar Rp113 juta di Singapura hingga lebih dari Rp850 juta di beberapa universitas Amerika Serikat dalam setahun.
Kuliah di Amerika Serikat bagi mahasiswa Tiongkok sekarang ini kurang begitu menarik setelah Presiden Donald Trump menerbitkan kebijakan melakukan pengawasan yang lebih besar terhadap mahasiswa asal Negara Tirai Bambu itu. Pengawasan ini dipengaruhi oleh meningkatnya kasus mata-mata.
Naiknya jumlah mahasiswa asal Tiongkok diikuti dengan penambahan guru, penerjemah, dan akademisi asal Tiongkok untuk bekerja di sektor pendidikan Thailand. Chada Triamvithaya, akademisi dari Institute Teknologi Raja Mongkut, mengatakan tren ini adalah bagian dari soft power Tiongkok ke Thailand.
Melihat trend ini, beberapa investor Tiongkok telah mengucurkan investasi di sejumlah universitas swasta di Bangkok untuk memperkenalkan lebih banyak kursus yang menyasar pasar kebutuhan Tiongkok. Program inisiatif jalur sutera modern diproyeksi akan memengaruhi banyaknya mahasiswa Tiongkok untuk belajar ke Thailand lewat jalur beasiswa.
Banyak peneliti percaya tren naiknya mahasiswa yang kuliah di Thailand ini akan terus berlanjut menyusul tingginya keinginan Tiongkok untuk memperluas pengaruhnya ke Asia Tenggara dan sekitarnya. (REUTERS, Tempo.co)