Kota wisata Thailand Selatan, Narathiwat
Tidak ada rencana ke sini tetapi mendapat bonus travelling dadakan. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Pantai Narathiwat. Saya dan tiga teman saya lainnya berkunjung kemari bersama keluarga pendamping kami. Kami dikenalkan dengan keluarga beliau dan diajak berlibur bersama.
Perjalanan ditempuh kurang lebih 3 jam dengan mobil. Tahu tidak sahabat? Mobil yang kami gunakan bukanlah jenis mini bus, melainkan mobil bak terbuka. Ya, mobil bak terbuka.
Tapi jangan khawatir sahabat, di sini kami tidak akan khawatir terjaring razia polisi lalu-lintas. Di sini bebas dan diperbolehkan bepergian membawa orang dengan mobil bak terbuka, asal jangan lupa passport harus selalu dibawa.
Jalanan di Thailand Selatan semuanya sangat mulus, jalanan tol di Indonesia akan kalah karena di sini tidak ada macet-macet. Kenapa? Karena memang tidak banyak kendaraan yang lalu lalang di sini.
Dalam perjalanan menuju Narathiwat kami melewati bukit-bukit hijau. Awalnya saya menikmati pemandangan hijau yang sulit untuk dijelaskan betapa indahnya. Namun karena tidak terbiasa duduk dimobil bak terbuka, saya langsung pusing dan lemas alias mabuk.
Sebelum tiba di pantai kami mampir ke Masjid Narathiwat, masjid besar di pusat Kota Narathiwat. Masjid ini juga banyak dikunjungi oleh masyarakat setempat ataupun mancanegara. Kami hanya mampir 10 menit dan langsung menuju ke Pantai Narathiwat.
Wah, begitu tiba di sana saya langsung terdiam. Saya hanya berpikir karya Tuhan benar-benar menakjubkan. Saya selalu menyukai pantai itulah kenapa saya mengagumi karya Tuhan yang satu ini.
Sahabat wajib mengunjungi pantai ini saat ke Narathiwat. Pantainya sangat indah, pasirnya halus, dan banyak yang menjual pakaian dan makanan khas Thailand. Oh ya, sahabat juga bisa menikmati bekal dan bersantap siang di sini.
Sebelum kembali ke Yala, tempat terakhir yang wajib kita masyarakat Indonesia kunjungi adalah Masjid tertua yang ada di Narathiwat. Di sinilah sejarah Islam mulai diceritakan. Di sini lah kisah masa lalu yang menyakitkan akhirnya saya dengar. Masjid itu adalah Masjid Telok Manok.
Berdasarkan cerita dari pendamping saya, masjid ini dibangun dengan bantuan orang-orang Aceh yang datang ke sini. Orang-orang Aceh juga yang menjadi bagian penyebaran Islam di Thailand Selatan.
Masjid ini dibangun dengan kayu dan papan yang masih bertahan hingga saat ini. Bentuknya hampir sama seperti Rumah Gadang di Padang. Saya menyempatkan shalat di sini. Saya takjub dan terharu dengan sejarah yang diceritakan pendamping saya.
Sebelumnya beliau tidak pernah mau bercerita banyak hal mengenai sejarah pemberontakan ataupun Melayu muslim di masa lalu. Pendamping saya mulai menceritakan tentang bagaimana dahulu pelopor muslim Thailand Selatan banyak ditangkap dan disiksa hingga terbunuh di sini. Sejak itulah Melayu muslim tidak memiliki citra yang begitu baik dan dikenal sebagai pemberontak.
Walaupun tidak semua dari korban-korban itu adalah orang jahat. Mereka juga orang Thailand yang hanya berbeda keyakinan dengan mayoritas pemeluk agama lain di sana. Saya mulai berpikir betapa beruntungnya saya hidup di Indonesia, tetapi juga betapa tidak cukup bersyukurnya saya selama ini kepada Tuhan.
Malam tiba dan kami kembali ke Yala
Inilah part terakhir travelling dadakan yang diberikan ke saya dan teman-teman sebagai perpisahan dengan guru-guru dan pendamping saya di Udomsasn. Kami diajak berlibur ke Khlong Hae Floating Market. Pasar apung dan pusat wisata yang terletak di Provinsi Hatyai.
Banyak turis asing yang juga berkunjung di sini. Ada banyak sekali makanan khas Thailand yang dijual di sini dan transaksi di atas perahu adalah daya tariknya. Selain makanan, ada banyak tas, pakaian, pernak-pernik motif gajah dijual di sini. Itulah mengapa tempat ini banyak dikunjungi orang asing.
Setelah cerita travelling dadakan dan magang selesai, tibalah saya berpamitan dengan keluarga Udomsasn Witya Yala dan kembali ke Pattani sebelum akhirnya terbang kembali ke Indonesia. Saya melewatkan 17 Agustus 2017 di Pattani dan esoknya bersiap pulang ke Indonesia.
Yang saya dapat dari internet di Thailand Selatan sering terjadi pemboman, seram, pemberontak bersembunyi. Tetapi begitu saya tiba di sana yang saya rasakan adalah kehangatan, bersahaja dan semangat.
Sahabat muslim travelers yang memang berencana untuk keluar negeri dan mengenal Islam di negara-negara Asia, saya merekomendasikan tempat ini. Selain kita belajar lagi memperbaiki diri, kita juga bisa menikmati karya Tuhan dan manusia di sini.
Tentunya menemukan jejak orang Indonesia dan belajar sejarah langsung dengan sumbernya, dan sahabat semua jangan lupa membawa 'Tolak Angin' berjaga-jaga untuk 'Mengatasi Masuk Angin' di waktu genting. (Detik/Sri Debby Eka Lestari )