BRICS pertama kali diinisiasi oleh Rusia pada 2009 untuk menandingi kelompok ekonomi negara maju Group of 7 (G7).
Malaysia, Suarathailand- Beberapa negara Asia telah menunjukkan minat untuk bergabung dengan kelompok BRICS setelah Malaysia menyatakan niatnya untuk menjadi bagian dari blok ekonomi tersebut, kata Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Sebelumnya Indonesia dan Thailand juga menginginkan gabung dengan BRICS (organisasi antar pemerintah yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Iran, Mesir, Etiopia, dan Uni Emirat Arab). Meskipun Indonesia belakangan menunda gabung BRICS.
Perdana Menteri Malaysia mengatakan ASEAN tidak berniat menjadi arena perebutan kekuasaan negara-negara besar, dan blok tersebut akan tetap fokus pada ekonomi regional dengan mitra dialog untuk memastikan hubungan antarnegara anggota tidak akan terancam.
Hal tersebut disampaikannya di parlemen pada hari Selasa (15 Oktober) saat sesi Tanya Jawab Menteri.
"Fundamental ekonomi akan menjadi kriteria atau tolok ukur utama, dan kita tidak ingin ASEAN menjadi arena perebutan kekuasaan negara-negara besar.
"Dulu, itu adalah (perebutan) Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet. Sekarang, itu adalah antara AS dan Tiongkok. Oleh karena itu, kami akan terus meningkatkan hubungan dengan Tiongkok, dan ketika kami mendekati BRICS, beberapa negara Asia lainnya memutuskan untuk melakukan hal yang sama," katanya.
Anwar menanggapi pertanyaan tambahan dari Amirudin Shari (PH-Gombak) tentang kompas moral yang akan digunakan di masa mendatang untuk memastikan stabilitas ASEAN tetap terjaga ketika berhadapan dengan isu-isu geopolitik seperti hubungan Tiongkok dan AS, serta isu-isu lain yang sedang berlangsung di ASEAN.
Amirudin juga menanyakan tentang hasil kehadiran Malaysia di KTT ASEAN ke-44 dan ke-45 serta persiapan dan arahan negara tersebut sebagai ketua ASEAN 2025, terutama yang menyangkut ekonomi dan tantangan ekonomi saat ini.
Perdana menteri mengatakan selain menekankan pentingnya memperkuat Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN dengan mitra dialog, termasuk Uni Eropa, Malaysia juga berfokus pada upaya untuk meningkatkan jaringan digital dan jaringan listrik antarnegara anggota selama KTT tersebut.
Anwar yakin upaya ini akan memacu ekonomi regional, terutama dengan partisipasi Timor Leste, yang keanggotaannya masih dalam proses.
"Begitu ASEAN menjadi 11 (negara anggota), kekuatan ekonominya akan meningkat," katanya, seraya menambahkan perdagangan intra-regional telah melampaui US$3,5 miliar (US$1 = RM4,29) pada tahun 2023, didukung oleh ekonomi ASEAN yang tumbuh menjadi US$3,8 triliun.
Sementara itu, Anwar mengatakan selama kepemimpinan negara ASEAN 2025, pemerintah juga akan mempromosikan Malaysia sebagai tujuan investasi yang menarik selain berfokus pada perdagangan internasional dan hubungan diplomatik.
Pada tahun 2025, Malaysia juga akan menjadi tuan rumah KTT ASEANGCC+China, yang akan mencakup semua negara anggota ASEAN, enam negara Dewan Kerja Sama Teluk yang terdiri dari Bahrain, Oman, Kuwait, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, serta China.
Indonesia memang menjadi negara yang tengah menjadi sorotan internasional, mengingat peran-peran presidensinya dalam G20 2022 dan ASEAN 2023. Beberapa pakar juga sudah menjabarkan segala keuntungan yang akan didapat Indonesia jika bergabung dengan BRICS. Sebaliknya, BRICS juga akan diuntungkan karena posisi Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Kenyataannya, Jokowi pada akhirnya mengumumkan bahwa Indonesia belum memutuskan untuk bergabung dengan BRICS. Alasannya, pemerintah perlu mempertimbangkan dan memperhitungkan berbagai hal. BRICS kemudian mengumumkan enam anggota barunya, yakni Argentina, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, yang keanggotaannya mulai berlaku per 1 Januari 2024.
BRICS pertama kali diinisiasi oleh Rusia pada 2009 untuk menciptakan kekuatan keseimbangan terhadap kelompok ekonomi negara maju Group of 7 (G7) yang beranggotakan Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat (AS).
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan geopolitik global, baik BRICS dan G7 tidak bisa menghindari perluasan agenda mereka pada isu-isu politik dan keamanan global.
Selama KTT BRICS, misalnya, para pemimpin kelompok ini mengeluarkan pernyataan bersama yang mengekspresikan keprihatinan mereka tentang perang saat ini, menyerukan gencatan senjata segera.